Mengenal Brain Rot, Dampak Kecanduan Konten Receh di Medsos
Media sosial (medsos) menjadi sesuatu yang lekat dengan kehidupan masyarakat di era digital. Konsumsi konten receh secara berlebihan di media sosial ternyata bisa berdampak buruk, salah satunyabrain rot.
Brain rotsendiri merupakan penurunan kondisi mental akibat konsumsi materi secara berlebihan. Dalam jangka panjang, kondisi ini bahkan disebut dapat meningkatkan risiko terjadinya kecemasan dan depresi.
Di era internet, istilah ini merujuk pada konsumsi konten receh di media sosial secara berlebihan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Afifah, istilah brain rotpertama kali muncul pada sekitar tahun 1800-an. Kini, istilah tersebut dipopulerkan oleh Gen Z dan Gen Alpha.
"Untuk sosial media itu sendiri sangat berdampak [menyebabkan Brain Rot], karena aktivitas pada sosial media seperti TikTok, Instagram, atau YouTube Shorts itu kan aktivitas yang singkat, maksimal 30 detik sampai 60 detik dan itu sifatnya entertaining. Orang itu akan mendapatkan kepuasan secara instan. Dari kepuasan instan itu dan juga kalau kontennya dirasa tidak menyenangkan atau membosankan, bisa scrolllagi," kata Afifah dalam sebuah wawancara dengan CNN Indonesia TV.
"Itu jadinya rentang atensinya berkurang," tambahnya.
Brain rotini berpotensi dialami oleh pengguna di semua rentang usia, baik anak-anak, remaja, maupun orang tua. Beberapa tanda terjadinyabrain rotadalah sulitnya berkonsentrasi kala beraktivitas hingga kesulitan untuk melepaskan diri dari gadget.
Selain itu, ada beberapa ciri lain seperti rentang atensi atauattention spanyang berkurang hingga lebih mudah mengalami stress.
"Cirinya yang paling sering terlihat adalah rentang atensinya berkurang. Itu tidak hanya menyerang kognitif, tapi juga kesehatan mental. Jadi lebih sering stress, cemas, jadi FOMO (fear of missing out). Dan juga bisa mengisolasi diri dari lingkungan sosial," tutur Afifah.
Menurut Afifah, masalah isolasi diri dari lingkungan sosial tersebut terjadi karena yang terlihat di sosial media itu hanya yang bagus-bagus saja, dan jarang sesuatu yang sedih.
"Jadi orang enggak relatedengan kesedihan orang lain. Lebih iri melihat dia udah sukses, dia bahagia," jelasnya.
Lebih lanjut, Afifah mengatakan durasi ideal untuk bermain medsos adalah 2 jam sehari, terutama untuk anak-anak dan remaja yang perkembangan otaknya sedang pesat.
(lom/sfr)(责任编辑:知识)
- Berkontribusi dalam Penyediaan Nutrisi, Sarihusada Raih Penghargaan di Ajang Peduli Gizi 2025
- Oscar Darmawan Mundur dari Jabatan CEO Indodax, Ini Alasannya
- Industri Multifinance Seret, OJK Siapkan Strategi Antisipatif
- Pesan Jokowi ke Para Bacapres: Kerukunan dan Persatuan Jangan Dikorbankan
- Wow, Setneg Sebut Banyak Pihak yang Bersurat Ingin Ikut Upacara HUT RI Ke
- Industri Multifinance Seret, OJK Siapkan Strategi Antisipatif
- Perintah Tegas Kapolda Metro Jaya ke Anak Buah: Sikat Penjahat!
- Hadir di Monas, Menag Yaqut Tegaskan Posisi Indonesia Bersama Palestina!
- Maju Pilgub Jakarta, Pramono Anung Ajukan Surat Keterangan Tidak Pernah Dipidana
- SBY Tak Ada di Struktur TKN Prabowo
- Polda Metro: Empat Ruas Jalan di Jakarta Tergenang Akibat Hujan Deras Kamis Sore
- BPBD DKI: Banjir Jakarta di 68 RT Sudah Surut Senin Petang
- Go to RCA
- Maruarar Pasang Badan: 'Gagal 3 Juta Rumah? Saya Siap Di
- Gelar Rapat, PKB Bahas Logo untuk Dipakai Muktamar di Bali 24
- Pria Perlu Tahu, Wanita Tak Suka Disentuh di Area Ini saat Bercinta
- FOTO: Resor Ski Indoor Terbesar di Dunia, Pecahkan Rekor Guinness
- KPK Tetapkan Wamenkumham Eddy Hiariej Sebagai Tersangka Gratifikasi
- Sandiaga Beber Proyek Dandani Kepulauan Seribu, Investornya dari Qatar
- Oscar Darmawan Mundur dari Jabatan CEO Indodax, Ini Alasannya